(Inspirasi hidup) Pribumi Jualan di Emperan Alfamart

(Inspirasi hidup) Pribumi Jualan di Emperan Alfamart

(Foto : Ilustrasi) " Maaf mas .. Harga sudah murah, dan sudah jadi banderol. Tapi kalo sampean mau saya sedekahi ya gapapa, saya tambah 1 bungkus buat sampean".

Suatu sore ketika aku dalam perjalanan dari Jakarta menuju kekota Medan, aku mampir di toko Alfamart di kota kecil Indrapura, Batubara, Sumut untuk beli air mineral.

Setelah keluar dari toko Alfamart, mataku tertuju pada seorang bapak yg taksiranku berusia sekitar 60 tahun, berjenggot putih panjang, menjual kripik dengan sepeda tuanya.

Segera kuhampiri bapak itu dan kusapa :" Jualan apa ini pak?".

Lalu dia jawab sambil menatapku : "Oooh .. Ini jual kripik singkong dan kripik pisang".

"Berapa harga sebungkus pak?", tanyaku.

"Rp.5.000,- perbungkus mas", jawabnya datar.

"Sepuluh ribu boleh dapat 3 bungkus gak pak?", tanyaku lagi.

Spontan wajahnya berubah seperti orang yg kesal, tapi tetap mencoba senyum pak tua menjawab :

" Maaf mas .. Harga sudah murah, dan sudah jadi banderol. Tapi kalo sampean mau saya sedekahi ya gapapa, saya tambah 1 bungkus buat sampean".

Sontak saya jadi malu hati. Bayangkan ! Saya naik mobil Fortuner, mau disedekahi sebungkus kripik sama bapak tua yg bersepeda !!

Lalu supaya jangan kalah malu, saya mencoba berargumentasi dgn bapak tua itu :

" Masa ga boleh ditawar ? Tawar menawar kan biasa pak dalam jual beli !".

" Sampean tadi waktu belanja dia Alfamart, ada nawar harga barang yg tertera di label harga gak?".

Sekali lagi aku terkejut malu, dan gak mampu menjawab.

Lalu pak tua nyambung ceritanya :

" Saya kasi contoh sama sampean ya mas. Misal sampean pergi ke showroom mobil, mau beli sebuah mobil. Mobil itu berharga Rp. 500 juta, lalu sampean tawar 3 mobil dengan harga Rp. 1 milyar. Kira-kira apa kata pemilik showroom tadi?".

Aku jadi tambah malu. Speechless !!

" Mas .. Alfamart itu pemiliknya konglomerat. Orang Tajir. Sampean pasti kenal pemiliknya. Mungkin uang sumbangan yg sampean donasikan lewat struk belanja itu, jika dikumpulin se Indonesia, dalam sehari bisa puluhan milyar rupiah, betul ga?. Itu baru dari donasinya doang !! Dan pemilik Alfamart itu juga punya beberapa perusahaan besar lain, bahkan mungkin punya partai politik juga, hahaha ..".

Saya tambah malu dan cuma bisa nunduk dgn rasa menyesal.

Lalu pak tua menambahkan lagi dengan semangatnya :

"Kalo saya jualan kripik ini, cuma buat nyambung hidup, buat nyekolahin anak saya di pesantren Hafidz Qur'an di Pantai Cermin Perbaungan dan buat bayar kontrakan rumah bulanan !! Boro-boro mau bikin partai, buat makan harian aja saya harus mangkal disini dari jam 5 sore sampai malam jam 12 !! Bagi saya yg penting berkah dan halal".

Tak terasa tenggorokanku tercekat, dan airmataku menggenang disudut kelopak mataku.

Kupandangin wajah pak tua itu, bukan orang tua sembarangan yg tak berpendidikan. Tatap matanya yg tajam tapi tetap santun. 

Aku jadi malu sendiri dengan celotehan beliau yang tadinya kuanggap sepele.

Ada perasaan berdosa menzhalimi orang tua yang masih mau bersusah payah mencari uang dgn mengayuh sepeda tuanya.

Terus terang aku jadi teringat almarhum orang tua sendiri.

Dalam hatiku, aku berjanji akan mampir lagi, jika nanti aku balik ke Jakarta lagi.

Akan kuborong bbrp bungkus kripik pak tua itu untuk oleh - oleh buat teman - teman kantorku.


Akhirnya aku sadar, cepat - cepat kuambil dompet disaku celanaku dan aku minta dibungkuskan 4 bungkus kripik singkong dan pisangnya. 

Setelah itu dia serahkan ke aku, sambil berkata :" Ini saya lebihkan sebungkus buat anak-anak sampean dalam mobil itu".

Lalu kugenggamkan uang ratusan ribuan dua lembar sambil kusalami tangannya tanda terima kasihku yg telah menyadarkanku, betapa selama ini kita selalu bangga bila bisa menawar harga pada pedagang kecil yg hidupnya dibawah standar cukup.

"Lho mas .. Apa ini? Uangnya kelebihan ini !!".

"Ambillah buat bapak, saya ikhlas. Buat bantu uang sekolah anak bapak", kataku.

Gantian pak tua itu yg tak dapat berkata - kata dan ada bulir bening menggelembung disudut mata tuanya.

Masih banyak obrolan kami yg lain yg gak kutulis disini.

Didalam perjalanan ke Medan kami cicipi kripik pak tua itu, ternyata rasanya gak kalah dgn kripik kemasan industri besar yg selama ini dijual di supermarket sekalipun.

Terimakasih Tuhan, Engkau telah mempertemukan aku dengan guru baruku yg ketemu dalam perjalanan pulang kampungku dari Jakarta ke Medan.

Pesan moralnya : Jangan pernah menawar terlalu berlebihan pada pedagang kecil, yang notabenenya mereka adalah orang yang kurang mampu. Untuk makan besok harus mencari uang hari ini. Dan bayangkan jika orang tua itu adalah saudara kita atau bahkan orang tua kita sendiri.

Jika artikelku ini dirasa bermanfaat, silakan share keteman-teman kalian.

Medan, 04-12-2020.

(sayang kalau dilewatkan)

sumber : wag

Sebelumnya :
Selanjutnya :