UMMATTV JAKARTA--Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama RI tentang Penggunaan Pakaian Seragam menuai polemik. MUI pun meminta SKB Tiga Menteri ini direvisi. MUI menilai, revisi ini bertujuan agar SKB tiga Menteri ini tidak memicu polemik, kegaduhan, serta ketidakpastian hukum.
Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan, dalam taushiyah tersebut, MUI menekankan agar aturan SKB Tiga Menteri ini dibatasi pada pihak yang berbeda agama. Sebab, klasul “pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan mensyaratkan, dan mengimbau penggunaan seragam dengan kekhasan tertentu” bisa dimaknai luas dan beragam.
“Implikasi ini harus dibatasi pada pihak (peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan) yang berbeda agama, sehingga terjadi pemaksaan kekhasan agama tertentu pada pemeluk agama yang lain,” ujar Buya Amirsyah membacakan Taushiyah MUI tersebut, Jumat (12/02).
Sebaliknya, imbuh Buya Amir, bila pewajiban, perintah, persyaratan, atau imbauan itu diberlakukan terhadap peserta didik yang seagama, pemerintah tidak perlu melarang. Menurut taushiyah tersebut, ujar Buya Amir, sekolah bisa saja memandang itu sebagai bagian proses pendidikan agama dan pembiasaan akhlak mullia terhadap peserta didik.
“Hal itu seharusnya diserahkan kepada sekolah, bermusyawarah dengan para pemangku kepentingan, termasuk komite sekolah, untuk mewajibkan atau tidak, mengimbau atau tidak. Pemerintah tidak perlu campur tangan pada aspek ini,” katanya.
Meskipun meminta revisi, namun MUI tetap menghargai sebagian isi SKB Tiga Menteri ini dengan dua pertimbangan. Pertama, SKB ini bisa memastikan hak peserta didik menggunakan seragam dengan kekhasan agama sesuai keyakinannya dan tidak boleh dilarang oleh pemerintah daerah dan sekolah. Pertimbangan kedua, SKB ini melarang pemerintah daerah dan sekolah memaksakan seragam kekhasan agama tertentu pada penganut agama yang berbeda.
“Implikasi pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh melarang penggunaan seragam dengan kekhasan agama tertentu patut diapresiasi karena memberi perlindungan pelaksanaan agama dan keyakinan masing-masing peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan,” ujar Buya Amir membacakan taushiyah tersebut.*