Selamat Jalan Pak Siddik, Sang Mujahid hingga Akhir Hayat

Selamat Jalan Pak Siddik, Sang Mujahid hingga Akhir Hayat

Oleh:


Dr. Adian Husaini

(www.adianhusaini.id)


SELASA (29 Juni 2021), sekitar pukul 17.00 WIB, saya menerima kabar duka: Bapak Mohammad Siddik meninggal dunia. Beliau dipanggil Allah SWT, ketika masih dalam perawatan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta.

Kabar duka itu segera menyelimuti segenap keluarga besar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII). Malam itu juga, beliau dimakamkan. Hadir dalam pemakaman beliau, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua Umum DDII (2007-2015), KH Syuhada Bahri, juga sejumlah pimpinan DDII.

Meskipun begitu, kepergian beliau terasa mendadak. Beberapa hari lalu, Pak Siddik sempat menjalani perawatan secara intensif di rumah sakit setelah terinfeksi virus Covid-19. Hari Jumat (25/6/20201) lalu, saya masih sempat berbincang singkat dengan beliau melalui telepon. Sebelumnya, pada 15 Juni 2021, saya masih sempat rapat melalui media zoom bersama beliau dan juga segenap pimpinan Badan Pekerja Pembina DDII.

Bagi kami di DDII, Pak Siddik – begitu kami biasa memanggil – adalah sosok pejuang yang luar biasa. Di usianya yang ke-78 tahun, beliau masih terus berjuang tiada henti. Beliau bukan hanya bicara, tetapi juga pandai melakukan lobi, menjalin komunikasi, dan menggalang dana untuk pembangunan proyek-proyek dakwah.

Selasa malam, sekitar pukul 18.30 WIB, Wakil Ketua MPR-RI Zulkifli Hasan menelepon saya. Selain menyampaikan duka cita, beliau juga bercerita, bahwa sepakan lalu, Pak Siddik datang ke rumahnya. “Kami berbincang-bincang panjang dan juga berfoto-foto. Beliau juga menyampaikan keperluan pembiayaan satu proyek dakwah di Dewan Da’wah,” kata Zulkifli Hasan.

Dalam beberapa kali pertemuan di DDII, saya menyebut semangat Pak Siddik dalam berdakwah seperti anak muda sedang puber. Maklum, di usianya yang ke-78 beliau baru saja dikaruniai seorang bayi. Beberapa kali datang ke pesantren at-Taqwa Depok, Pak Siddik bahkan menyatakan harapannya, anaknya itu nanti biar mondok di Pesantren at-Taqwa.

Saya membaca kembali pesan WA Pak Siddik terakhir ke saya, tertanggal 7 Juni 2021. Demikian pesan beliau: “Semoga Allah terus memberkahi ikhtiar kita mengisi kekosongan dan memperkuat peran politik umat dalam NKRI. Untuk memunkinkan ishlah, mohon jangan ada diantara kita yang menyerang saudara-saudara kita yang sejak awal kita bersama-sama…”

Dalam pesannya itu, beliau ingatkan kami semua, agar mengusahakan islah dan menghimpun semua potensi. “Dalam hal ini, jika saya bisa berkhidmat, insyaAllah, saya akan sangat sedia,” begitu pesan WA-nya.

*****


Catatan Hadi Nur Ramadhan dari Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun tentang Pak Siddik menarik untuk kita simak. Tampak beliau adalah seorang mujahid dakwah yang sangat kaya pengalaman perjuangan dalam kancah nasional maupun internasional.

Sejak tahun 1962, Pak Siddik sudah menjadi Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII). Dari SMA di Medan, beliau melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi UI. Tidak sampai selesai, lalu pindah kuliah ke Universitas Nasional (Unas) yang waktu itu kuliahnya sore -- karena ayahnya meninggal dunia dan karena itu Pak Siddik harus bekerja membiayai pendidikan dan membantu orang tua dan keluarganya. Ketika itu, Pak Siddik bekerja sebagai staf lokal Bagian Pers Kedutaan Pakistan di Jakarta, dan sore kuliah di Fakultas Sosial Ekonomi Politik UNAS.

Pada tahun 1966 ia terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Komite Pemuda Indonesia (KPI) yang berafiliasi kepada World Assembly of Youth (WAY) sebuah organisasi yang sebelum peristiwa Gestapu pernah dibubarkan oleh Bung Karno karena dianggap berafiliasi ke Barat.

Pada tahun 1970, setelah empat tahun menjadi Sekjen KPI, Pak Siddik terpilih menjadi salah satu dari lima delegasi, sekaligus juru bicara delegasi Indonesia pada Kongres Pemuda Sedunia yang diadakan oleh PBB di New York dalam rangka ulang tahunnya ke 25.

Setelah itu, dalam rentang waktu tahun 1973 hinnga 2002, ia bekerja di PBB (UNICEF) di New York, Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jeddah dan terakhir selama hampir 18 tahun di Islamic Development Bank (IDB) juga bermarkas di Jeddah, Saudi Arabia. Dalam rangka tugasnya di PBB, Pak Siddik pernah bertugas di Katmandhu, Nepal selama dua tahun. Waktu itu ia juga berusaha mengadakan aktifitas dakwah disana bersama teman-teman cendikiawan Muslim yang jumlahnya sangat sedikit karena Muslim disana minoritas.

Pada tahun 1968, Pak Siddik berjumpa dengan Dr. Said Ramadhan tokoh Ikhwanul Muslimin di Geneva, Pangeran Hassan, ketika itu Putra Mahkota Jordan, Dr. Kamil Sharif, Sekjen Muktamar Al-Quds dan pernah menjadi Menteri di Amman Jordan, Dr. Taofiq Aweidah, Direktur jendral Urusan Islam di Mesir, Syeikh Ali Al-Harakan, Sekjen Rabithah Al-Alam Al- Islami. Dan pertemuanya dengan para tokoh-tokoh dunia tersebut mempuyai kenangan tersendiri. Dan itu juga ia banyak berhutang budi kepada bapak-bapak di Dewan Da’wah, seperti Mohammad Natsir, Mohamamad Roem, dan bapak-bapak yang lainnya.

Tahun 1979 saat berhenti dari PBB, Pak Siddik kemudian bekerja di Organisasi Konferensi Islam OKI (semacam PBB dunia Islam) di Jeddah dari 1979 hingga 1984. Selama di OKI dan kemudian IDB dirinya selalu membantu gurunya yakni Allahuyarham Pak Natsir dengan mengirim informasi yang mendukung kegiatan dakwah diberbagai dunia Islam. Setelah itu, Pak Siddik hijrah empat tahun di Kuala Lumpur menjadi Direktur IDB untuk Asia Pasifik. Memasuki usia 60 tahun, Pak Siddik memutuskan kembali ke Indonesia.

Mohammad Siddik adalah salah satu kader terbaik Mohammad Natsir. Setelah bertahun-tahun aktif di luar negeri, beliau bergabung kembali ke DDII dan dipercaya sebagai Ketua Badan Pengawas, Direktur Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh (LAZIS Dewan Da’wah), dan kemudian memimpin DDII tahun 2015-2020. Selain itu, Pak Siddiq juga aktif dalam berbagai kegatan keilmuan dan pendidikan.

Suatu ketika, tanggal 20 Agustus 2020, Pak Siddik datang ke Pesantren at-Taqwa. Ia menyampaikan keinginannya untuk berhenti sebagai ketua umum DDII, dan meminta saya bersedia melanjutkannya. Saya jawab, ketika itu, bahwa saya banyak sekali amanah yang belum selesai saya tunaikan. Khususnya, perjuangan di bidang Pendidikan melalui Pesanren at-Taqwa. Saya belum bisa meninggalkan Pesantren at-Taqwa. Tetapi, akhirnya takdir menentukan, saya harus melanjutkan kepemimpinan beliau.

Karena semangat dakwahnya yang terus membara, ketua Pembina DDII, Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, beberapa kali menyampaikan harapannya, agar kiranya Pak Siddik-lah yang menjadi Ketua Pembina DDII. Tapi, Pak Siddik selalu mengutamakan Kyai Didin Hafidhuddin.

Rupanya Allah SWT punya rencana terbaik untuk Pak Siddik. Beliau dipanggil menghadap Allah, di saat kami semua, masih sangat mengharapkannya. Selamat jalan Pak Siddik! Semoga Allah berikan tempat yang mulia di sisi-Nya. Dan kami, InsyaAllah, terus melanjutkan amanah perjuangan para pendahulu kita! *


Sebelumnya :
Selanjutnya :