Wakaf, Trust dan Kebijakan Publik : Pelajaran Penting dari Singapura

Wakaf, Trust dan Kebijakan Publik : Pelajaran Penting dari Singapura

Peruntukannya hanya untuk kepentingan komunitas kaum itu saja, dan secara UU terlindungi, pemerintah tidak boleh serta merta menggunakannya diluar kepentingan komunitas agama atau kaum tersebut. 

Oleh : Bayu Taufiq Possumah,Ph.D

Warisan Lee Kuen Yew

Ada beberapa yang menanyakan keapada saya perihal investasi wakaf di tengah isu public distrust. Saya terus teringat sedikit sejarah wakaf di Singapura yang disebut-sebut sebagai salah satu legacy Lee Kuan Yew (LKY), PM pertama dan founding father Singapura. Di akhir tahun 60-an dan awal 70-an,salah satu program penting LKY adalah perpaduan antar warga negara, antar suku bangsa dan agama yang mendiami tanah Singapore.

Kebijakan indutrialisasi dan urbanisasi LKY ternyata berdampak sensitifitas sosial dan politik terutamanya bagi komunitas Muslim Singapura. Pertama, ketika pemukiman lama harus dibersihkan untuk memberi jalan bagi kawasan pemukiman baru yang lebih modern dan kawasan industri, secara tidak sengaja 18 masjid juga harus ikut tergusur, yang berlanjut hingga tahun 1985.

Kedua, umat Islam yang terkena dampak urbanisasi enggan untuk pindah bermukim di kawasan bandar-bandar baru yang sedang dibangun. Keengganan tersebut salah satunya disebabkan karena komunitas muslim merasa bandar-bandar baru tersebut adalah kawasan yang didiami oleh mayoritas chinese.

Kedua problema ini dapat diselesaikan dengan cara membangun masjid Jami’ dan modern di bandar-bandar baru, sebagai ganti dari masjid yang tergusur sehingga menarik minat komunitas Muslim untuk pindah mukim di kawasan baru tersebut.

Masalah tidak berhenti sampai disitu, karena rupanya sebagai sebuah negara sekuler, pemerintah Singapura secara politis tidak boleh begitu saja mencampuri urusan agama termasuk membiayai pembangunan masjid baru. Komunitas Muslim harus membiayai sendiri pembangunan Masjid tersebut.

Di tahun 1974, dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Urusan Muslim saat itu, Othman Wok, anggota parlemen Melayu dan Majelis Ugama Islam Singapore (MUIS), PM LKY lalu menawarkan ide sederhana namun mendalam untuk mendirikan Mosque Building Fund (MBF) atau sejenis Dana wakaf Pembangunan Masjid.

Dalam Program MBF ini, setiap pekerja Muslim di Singapura akan memberikan kontribusi bulanan melalui potongan gaji langsung sebesar 50 sen kepada Central Provident Fund (CPF). Program ini tidak wajib, Pekerja boleh memilih tidak ikut. Sebuah Dewan Nadzir ditunjuk sebagai agen penagihan, yang mengenakan biaya administrasi untuk layanan tersebut. Pengaturan ini disahkan melalui amandemen Undang-Undang Administrasi Muslim (AMLA) pada tahun 1975.

Hasilnya sangat impresif, Masjid pertama yang didanai oleh MBF (di Toa Payoh) diselesaikan setelah tahun 1977, diikuti beberapa bulan kemudian oleh masjid baru lainnya di Queenstown. Dana MBF juga tumbuh secara signifikan dari hanya $ 0,6 juta pada tahun 1975 menjadi $ 19 juta pada tahun 2012. Terkini, sebanyak ratusan juta dolar singapura telah dikumpulkan sejak MBF dimulai, memungkinkan puluhan masjid modern telah dibangun di semua kawasan perumahan utama. Dengan nilai kontribusi yang makin besar (sekitar min $ 4.50 per pekerja), pendayagunaan dana tersebut bukan lagi hanya untuk masjid tapi juga untuk pendidikan, pembangunan apartemen dan kondominium.

Lessons learned

Pertama: Ketika wakaf menjadi sebuah kebijakan publik, maka sensitifitas sosial politik publik harusnya jadi pertimbangan utama. Karena ruh wakaf adalah kepercayaan dan amanah.

Pemerintah Singapore (SNG) dibawah PM LKY, mampu melihat itu. Apalagi secara politik, sebagai negara sekuler tidak bisa secara khusus membantu satu agama tertentu. PM LKY tidak mau sensitifitas sosial baik antar agama ataupun antara umat Islam dan pemerintah itu membesar menjadi sebuah konflik ditengah usahanya memadukan antar kaum dan agama. Umat Islam di SNG memang adalah minoritas, cuma sekitar 20% dari populasinya. Tapi perlu diingat SNG diapit oleh dua negara mayoritas Muslim terbesar didunia, bisa dibayangkan jika terjadi konflik.

Makanya ketika PM LKY menawarkan opsi wakaf, juga melepaskan sepenuhnya pengelolaan wakaf tersebut kepada umat Islam. Lembaga penyimpan dan pengelolanya pun adalah lembaga milik umat yang memang dipercayai bahwa dana umat cuma dipakai untuk kepentingan umat Islam. Supaya Umat Islam SNG tidak berpikir, “masjid kami udah digusur, tidak bisa membantu anggaran, duit kami pun diminta pulak”.

Kedua, Perlu diketahui di SNG masing-masing komunitas agama atau kaum punya lembaga “Baitul mal” sendiri, masuk dalam program Employee Contributions to Self-Help Groups, diantaranya Chinese Development Assistance Council Fund (CDAC) untuk sukubangsa china, Singapore Indian Development Association Fund (SINDA) untuk bangsa India, dsb. Pekerja diharuskan untuk berkontribusi setiap bulan ke dana komunitas mereka. Contoh, jika seorang karyawan adalah Chinese-Muslim, dia harus berkontribusi untuk CDAC dan Moslim Fund, atau dia bisa memilih untuk berkontribusi pada salah satunya.

Peruntukannya hanya untuk kepentingan komunitas kaum itu saja, dan secara UU terlindungi, pemerintah tidak boleh serta merta menggunakannya diluar kepentingan komunitas agama atau kaum tersebut. Setahu saya di MLY pun ada dana sejenis, yang disebut Harta orang Islam.

Hikmahnya, tanpa mengurangi tugas pemerintah membangun negara, sebenarnya dana komunitas tersebut sangat meringankan beban pemerintah, sebab komunitas berupaya mencukupi keperluannya sendiri tanpa bersusah payah berharap pada anggaran belanja negara. Persis seperti apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah di INA. Buat kampus sendiri, buat rumah sakit sendiri, buat stadion sendiri, dll. Dari umat, oleh umat, untuk umat. Inilah yang oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, disebut kekuatan Ashobiyah yang positif. Pemberdayaan Komunitas. Tidak perlu berharap banyak dari pemerintah yang sudah kebingungan terbebani hutang.

Baca juga:  Menggagas Fikih Ekologi, Mungkinkah?

Ketiga, untuk meyakinkan umat supaya mau berwakaf, sebaiknya asset yang menjadi tujuan aliran dana wakaf itu clear. Ilustrasinya begini, misalnya kita mau membangun RS atau perumahan di daerah bencana XYZ misalnya. Maka pemerintah melalui BWI boleh saja buat gerakan wakaf RS dan perumahan didaerah XYZ. Nama Obyeknya jelas, areanya jelas, anggarannya yang diperlukan jelas, Nadzirnya siapa, dst. Ini Penting untuk menghilangkan syak wasangka. Ini juga bukan bermaksud menafikan investasi wakaf dalam jangka panjang melalui sukuk dan deposito misalnya. Tapi nadzirnya umat seyogyanya bijak melihat skala prioritas. Ditengah krisis kesehatan, sosial, dan kepercayaan, umat perlunya sekarang, bukan nanti.

Wallahu A’lam

*penulis adalah pengajar dan peneliti ekonomi Islam di Universiti Malaysia Terengganu dan Tazkia University College of Islamic Economics

Sebelumnya :
Selanjutnya :