UMMATTV JAKARTA0--Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah menerapkan suatu sistem sertifikasi halal suatu produk. Sistem ini dikenal dengan sebutan Sistem Jaminan Halal (SJH) atau Halal Assurance System (HAS).
Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si. menjelaskan bahwa SJH merupakan sistem manajemen terintegrasi yang disusun, diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia, dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan persyaratan LPPOM MUI.
“Salah satu kunci sukses sertifikasi halal adalah pelaku usaha memahami seluk beluk SJH. Jika sudah paham, maka para pelaku usaha akan dengan mudah menyiapkan daftar bahan-bahan dan semua bahan yang digunakan itu dijamin halal. Sementara dari sisi konsumen, SJH ini penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa produk konsisten halal selama masa berlaku sertifikat halal, sehingga dapat memberikan ketenteraman saat mengonsumsi produk halal,” jelas Muti.
Terdapat 11 kriteria SJH yang dicakup dalam HAS23000. Seluruh kriteria tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal untuk produknya. Berikut ini adalah 11 kriteria SJH. Mari kita ulas satu per satu.
Pertama, kebijakan halal. Ini merupakan bentuk komitmen tertulis untuk menghasilkan produk halal secara konsisten. Kebijakan halal harus ditetapkan dan didiseminasikan kepada pihak yang berkepentingan.
Kedua, membentuk tim manajemen halal untuk bertanggung jawab terhadap perencanaan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal di perusahaan.
Ketiga, pelaku usaha harus mengikuti pelatihan peningkatan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan sikap (attitude) untuk mencapai tingkat kompetensi yang diinginkan.
Keempat, terkait dengan bahan yang mencakup bahan baku (raw material), bahan tambahan (additive), bahan penolong (processing aid), kemasan, pelumas/greases, sanitizer dan bahan pembersih, serta media validasi hasil pencucian.
Kelima, fasilitas produksi yang mencakup bangunan, ruangan, mesin dan peralatan utama serta peralatan pembantu yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Keenam, produk yang didaftarkan dapat berupa produk retail, non retail, produk akhir atau produk antara (intermediet). Penamaan produk harus sesuai dengan syariah. Selain itu, karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram. Bentuk produk pun tidak boleh menggunakan bentuk produk, bentuk kemasan atau label yang menggambarkan sifat erotis, vulgar, atau porno.
Ketujuh, prosedur tertulis aktivitas kritis yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Secara umum, aktivitas kritis mencakup penggunaan bahan baru untuk produk yang sudah disertifikasi, pembelian bahan, formulasi dan pengembangan produk, pemeriksaan bahan datang, produksi, pencucian fasilitas produksi, penyimpanan bahan dan produk, transportasi bahan dan produk.
Kedelapan, perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis yang menjamin ketertelusuran produk yang disertifikasi yang menjamin produk tersebut dapat ditelusuri berasal dari bahan yang disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di fasilitas yang memenuhi kriteria fasilitas.
Kesembilan, perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis menangani produk yang tidak memenuhi kriteria yang menjamin produk yang tidak memenuhi kriteria tidak diproses ulang atau di-downgrade dan harus dimusnahkan atau tidak dijual ke konsumen yang membutuhkan produk halal. Jika produk sudah terlanjur dijual, maka produk harus ditarik.
Kesepuluh, perusahaan harus melakukan audit internal setidaknya dua kali dalam setahun. Jika ditemukan kelemahan (tidak terpenuhinya kriteria) dalam audit internal, maka perusahaan harus mengidentifikasi akar penyebabnya dan melakukan perbaikan.
Kesebelas, perusahaan harus melakukan kaji ulang manajemen harus dilakukan setidaknya sekali dalam setahun.
Selain audit sesuai kriteria SJH (HAS 23000), LPPOM MUI juga akan memperhatikan aspek keamanan pangan, obat dan kosmetik sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia. Khusus untuk produk yang akan dipasarkan ke UAE dan akan diklaim halal, auditor akan memeriksa pemenuhan implementasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) ketika audit.*
Sumber: Halalmui.org