Kisah Bersama Pemuda Hijrah

Kisah Bersama Pemuda Hijrah

Ummattv, Hijrah adalah jalan terbaik untukku. Saat menjelang berbuka puasa di Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq Kota Kendari datanglah seorang pemuda menghampiriku. Dari gestur tubuh dan sorotan matanya seolah pemuda ini ingin mencoba bercerita,,,yaa alias curhat gitu laaah... Sejenak, ku akhiri bacaan Al Quranku. Lalu mengawali pembicaraan. "Assalamu'alaikum Akhi, Bagaimana Kabar? Ada yg bisa ana bantu?" Lalu pemuda ini menjawabnya dengan baik. Kemudian dengan polosnya pemuda ini bercerita banyak hal & terus melanjutkan pembicaraannya akan kisah hidupnya saat ini. Begini kak,,sebenarnya ada yang ingin saya mau tanyakan..Bagaimana bisa sampai tahap ini? 

Masya Allah Akhi, pertanyaannya pungkasku. Begini akhi, dalam mengarungi samudera kehidupan pasti selalu ada suka dan duka. Dan itu semua merupakan bagian dari konsekuensi hidup. Harus selalu mempersiapkan hati kita selapang samudera tak terbatas di saat cobaan hidup datang menghampiri.

Awal pertama kali hijrah, keluarga besar aku di tentang habis-habisan. Orang tua dan kakak-kakak saya yang tadinya dengan harapan besar akan membangkitkan semangatku di kala sekeliling menggunjingku,,namun ternyata mereka juga ikut-ikutan. Bahkan aktivitasku di tanah rantauan, yang kala itu sedang menuntut ilmu dijenjang strata satu pada salah satu perguruan tinggi negeri di Provinsi Sulawesi Tenggara, ke dua orang tuaku bisa mengetahuinya. Yaaa,,maklumlah,,mungkin karena anak bungsu kaliii, he he he he celotehku sama pemuda ini. Namun, pertanyaan muncul dalam benak hati aku. Kok bisa mereka tahu, padahal jarak antara rumah orang tua dengan tempat aku menuntut ilmu harus melewati lautan?

Nampaknya, ada informan yang memberikan informasi kepada ke dua oran tuaku. Puncaknya adalah akhir tahun 2013,,kala itu aku sedang pulang liburan karena lebaran Idul Fitri. Namun yang terjadi, di akhir Ramadhan tepatnya setelah menunaikan shalat Ashar, orang tuaku mencercah dengan beragam macam pertanyaan akan penampilanku saat ini. Peristiwa itu terjadi di ruang tengah rumah. Nak,,kapan kami mengeluarkan kata-kata seperti ini? Coba kamu ingat selama hidupmu. Ini telinga Nak,,panas juga kalau terus di suguhi informasi tentang kamu. Nak, coba pikir Kenapa mereka tidak langsung menegur kamu? Karena mereka segan dengan kamunya. Mereka tahu pergaulanmu seperti apa, prestasimu seperti apa, pungkasnya orang tuaku. Kala itu tak ada keluar sepata katapun dari bibirku. Karena aku menyadari bahwa memang orang tuaku mendidik kami dengan kelembutan bahkan tidak pernah mendengarkan kata-kata yang menusuk dan mencabit-cabit hatiku seperti saat itu. Begini Nak, jika kamu terus lakukan penampilanmu saat ini, Maka Dunia Akhirat kamu bukan Anak Kami. Bukan hanya itu Nak,,kalau kamu masih tetap ngotot,,maka saat kami meninggal kamu tidak di izinkan untuk melihat mayat kami, pungkasnya ayah saya. Ibu saya kala itu,,hanyalah suara tangisan yang ada, sementara para kakak saya diam membisu begitupun juga dengan aku. Hingga tak sengaja, air mata saya tumpah membasahi pipiku. Dalam benak terlintas, lalu aku hidup ini untuk apa. Bukankah Ridho Allah tergantung Ridho Orang Tua, dan Murka Allah tergantung Murka ke dua Orang Tua?

Pengajian yang setiap pekannya menjadi rutinitas sempat berhenti beberapa bulan. Keaktifanku dalam suatu event-event kegiatan banyak yang mempertanyakannya. Hingga Awal tahun berikutnya ku bulatkan niat untuk pindah ke tanah rantauan lain. Kala itu secara diam-diam mendaftarkan diri pada salah satu pergurusan tinggi negeri di tanah Jawa untuk melanjutkan jenjang studi dengan niatan salah satunya agar keluargaku bisa menerima hijrahku.

Persoalan studi, orang tua dan kakak-kakak saya sangatlah mendukung. Kala itu, pundi-pundi untuk lanjut studi terus aku kumpulkan hingga tibalah saatnya pengumuman dan di nyatakan lolos. Memang range antara waktu pengumuman dengan pendaftaran ulang terhitung sangatlah singkat. Hingga orang tua sempat kaget juga.  

Awalnya, di perguruan tinggi tersebut tidak mendaptkan beasiswa. Namun di semester 2 formasi beasiswa itu terbuka lebar informasinya. Kala itu yang lulus berkas 150 orang. Setelah melalui beberapa tahapan seleksi yang dilakukan oleh penyelenggara beasiswa dan internal kampus hingga memutuskan 9 orang yang di ambil. Alhamdulillah,,aku diantaranya. Alhasil,,setelah menyelesaikan studi S2 tepat waktu ada sedikit perubahan akan penerimaan hijrahku bersama orang tua dan keluarga besarku. Hingga selang beberapa tahun kemudian kubulatkan kembali niatku untuk melanjutkan studi S3 dan Alhamdulilllah, Allah menakdirkan aku lulus di tahun 2022. Kini banyak perubahan yang terjadi, walaupun tidak sepenuhnya orang tua dan kakak-kakak aku menerimanya.

 Ditengah ceritaku, Air Mata Pemudah ini tiba² membasahi ke dua pipinya. Afwan akhi, kok menangis? Apa ada yg salah dgn jawabanku? Tidak kak, saya tidak menyangka saja. Saya pikir kakak tidak mendapatkan cobaan seperti itu, pungkasnya. Obrolan kami terhenti saat pemuda lain mulai mempersiapkan buka puasa

Sebelumnya :
Selanjutnya :