Prof Euis :“Jika sekolah dan keluarga bisa bersinergi sebagai benteng pertama dan kedua, kita bisa berharap generasi mendatang tumbuh dengan nilai, integritas, dan perlindungan yang kuat
MAKASSAR UMMATTV.COM — Di tengah meningkatnya tantangan sosial yang mengancam generasi muda, Yayasan Pesantren Wahdah Islamiyah (YPWI) mengambil langkah progresif melalui Pelatihan Satgas Manajemen Risiko Bencana Sosial (MBRS).
Pelatihan ini juga mengangkat isu krusial tentang orientasi dan perilaku seksual menyimpang di lingkungan pendidikan, serta mengedepankan pendekatan sistemik dan kolaboratif. Acara yang digagas oleh YPWI merupakan pembekalan buat para guru ini, berlangsung di Aerotel Smile Makassar, Sabtu (12/7/2025).
Hadir sebagai narasumber utama, Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si, selaku Ketua Gerakan Indonesia Generasi Aman (GIGA) berpusat di Bogor, sekaligus sebagai memberikan pemahaman mendalam mengenai urgensi membentuk Satgas MBRS di lembaga pendidikan. (Profil dan program GIGA akan dibahas
“Lembaga pendidikan adalah benteng kedua setelah keluarga. Ia memiliki peran penting dalam melindungi anak-anak kita dari ancaman bencana sosial, termasuk orientasi seksual menyimpang (OPSM). Dan ini bukan hanya tugas guru, tapi seluruh ekosistem pendidikan mulai dari siswa, tenaga kependidikan, hingga orang tua,” ungkap Prof. Euis sekaligus Guru Besar dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), FEMA, IPB University.
Tiga Pilar: Pencegahan, Penanganan, dan Pemulihan
Menurut Prof. Euis, Satgas MBRS tidak hanya dibentuk untuk merespons jika sudah terjadi kasus. Lebih dari itu, mereka diharapkan mampu menjalankan fungsi pencegahan sebagai tugas utama, sekaligus memiliki kapasitas menangani dan memulihkan dampak dari bencana sosial yang mungkin terjadi.
“Sekolah bukan hanya tempat belajar formal, tapi juga ruang edukasi nilai. Normalisasi terhadap perilaku yang menyimpang, seperti menganggap pacaran sebagai hal wajar atau membenarkan homoseksual selama ‘tidak mengganggu’, itu harus dicegah. Maka, nilai-nilai yang benar harus diinternalisasikan sejak dini,” tambahnya.
Internalisasi Nilai: Fondasi Ketahanan Sosial
Prof. Euis menekankan bahwa pelatihan ini tidak bertujuan menambah beban jam pelajaran, tetapi mengintegrasikan pencegahan ke dalam aktivitas sekolah. Edukasi nilai dapat ditanamkan lewat mata pelajaran, pengalihan perhatian anak dari konten digital berisiko, hingga menciptakan sistem pemantauan yang terstruktur dan berkelanjutan.
“Satgas harus punya sistem, bukan reaktif. Pencegahan harus dibangun melalui narasi tandingan, yang meluruskan pemikiran dan memberikan landasan moral yang kuat pada anak-anak,” jelasnya.
Sinergi & Jejaring: Kunci Keberlanjutan
Pelatihan ini juga membuka peluang kolaborasi antar-lembaga. Prof. Euis menyampaikan bahwa meskipun GIGA (Gerakan Indonesia Generasi Aman) sebagai fasilitator awal pelatihan, ke depan diharapkan ada kemandirian dari lembaga seperti YPWI untuk memperluas dampak.
“Jejaring itu penting. Ketika YPWI memiliki narasumber atau praktik baik, itu bisa ditularkan ke lembaga lain. Begitu pun sebaliknya. Ini tentang bagaimana kita membangun sistem yang tidak mulai dari nol di setiap tempat,” tuturnya.
Harapan Besar dari Pelatihan Ini
Melalui pelatihan ini, YPWI menegaskan komitmennya untuk tidak hanya mencetak siswa yang cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh secara moral dan sosial. Satgas MBRS diharapkan menjadi pionir di setiap sekolah dan pesantren, mengawal anak-anak Indonesia dari pengaruh bencana sosial yang kian nyata.
Prof. Euis menutup sesi dengan harapan agar gerakan ini tidak berhenti di satu pelatihan, melainkan tumbuh menjadi gerakan nasional yang didukung berbagai pihak.
“Jika sekolah dan keluarga bisa bersinergi sebagai benteng pertama dan kedua, kita bisa berharap generasi mendatang tumbuh dengan nilai, integritas, dan perlindungan yang kuat dari segala bentuk penyimpangan sosial,” ujarnya.