Imam Shamsi Ali*
Ummattv, Ada satu ajaran penting dan mendasar agama Islam di dalam membangun relasi sosial di antara pemeluk agama ini. Ajaran itu disebut “silaturrahim”. Sebagian orang Indonesia menyebutnya “silaturrahmi”.
Silaturrahim atau silaturrahmi terkomposisi dalam dua kata: shilatun dan rahim. “Shilatun” berarti sambungan. Berasal dari kata “washola-yashilu-shilatun” atau menyambung dan yang semakna. Sementara “ar-rahim” berarti rahmah atau kasih sayang.
Dalam pemahaman sederhananya shilaturrahim dimaknai sebagai saling menyambung hubungan dan saling mengunjungi. Walau pada tataran filsafatnya konsep ini bukan sekedar saling mengunjungi. Tapi lebih mendasar dari itu. Yaitu tertanamnya rasa “kasih sayang” dalam hati setiap orang Mukmin terhadap satu sama lain.
Dengan demikian ajaran shilaturrahim dalam Islam menjadi penting untuk mendefenisikan hubungan antar umat. Bahwa hubungan di antara sesama umat Islam bukan hubungan biasa. Bukan hubungan darah, ras atau etnis dan kebangsaan. Bukan juga karena hubungan kepentingan semata. Tapi hubungan yang lebih murni, kokoh dan harusnya tidak goyah oleh apapun. Itulah hubungan “hati” yang di dalamnya tertanam “rahmah” (kasih sayang) terhadap satu sama lain.
Di dalam Al-Qur’an sendiri penggambaran hubungan antar pengikut Muhammad SWA ini diekspresikan dengan “ruhamaa baenahum”. Menggambarkan bahwa relasi antar pengikut Muhammad: “Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya” itu selain tegas terhadap kekafiran juga memiliki relasi “rahmah” (kasih sayang) di antara mereka.
Sedemikian mendasarnya hubungan batin/hati antar pengikut Muhammad ini sehingga memutuskannya (qaatho’ah) menjadikan Allah memutus hubungan dengannya. “Barangsiapa yang memutuskan silaturrahim maka Allah memutuskan hubungan dengannya” (hadits).
Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh dengan intrik kepentingan sesaat, apalagi dalam konteks kompetisi politik saat ini, kesadaran tentang “silaturrahim” atau relasi hati/batin perlu dikuatkan. Sehingga apapun kepentingan yang ada atau warna ijtihad pilihan jangka pendek yang diambil hendaknya tidak mengorbankan “shilah” (relasi, koneksi) “rahim” (kasih sayang) yang ada di hati umat.
Umat harusnya berhati-hati dengan keadaan yang mungkin saja sengaja dibentuk agar hubungan batin umat menjadi renggang. Bahkan boleh jadi tergantikan dengan kecurigaan, kesalah pahaman, bahkan permusuhan dan kebencian (al-adaawah wal baghdho). Umat perlu dingatkan setiap saat bahwa perbedaan ijtihad politik, termasuk pilihan figur politik, tidak seharusnya mengorbankan relasi hati/batin umat ini.
Tentu tanggung jawab ini menjadi lebih krusial kepada para guru dan tokoh agama. Kiranya terus melakukan pendidikan untuk mendewasakan umat dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada, termasuk perbedaan pilihan politik. Bahwa kita bisa berbeda dalam hal apapun, termasuk pilihan politik. Tapi satu hal yang tidak boleh berbeda adalah perbedaan hati. Pastikan hati selalu memiliki kesamaan dalam ikatan “rahmah” (kasih sayang). Insya Allah!
Manhattan City, 14 Juli 2023
* Presiden Nusantara Foundation