(Seri Tadabbur Qur'an) Mengundang Pertolongan Allah (Bag. 3)

(Seri Tadabbur Qur'an) Mengundang Pertolongan Allah (Bag. 3)

Tawakkal yang benar adalah terealisasinya dua rukun tawakkal. Yang oleh Para ulama Fikih dijelaskan dua rukun tawakkal itu adalah "Ikhtiar" (Usaha maksimal) dan "I'timad" (Penyandaran kepada Allah).

Oleh : Dr. Samsul Basri

(QS. Al Baqarah : 45-46)

Segala puji bagi Allah yang Maha berkuasa atas segala makhluk-Nya. Segala puji bagi Allah yang Maha mampu mendatangkan maslahat dan menghilangkan mudharat. Segala puji bagi Allah yang Maha menghidupkan dan mematikan. Segala puji bagi Allah yang Maha adil dan penuh hikmah dalam setiap perbuatan-Nya. 

Semoga shalawat dan salam tercurahkan bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sang murabbi terbaik sepanjang zaman, yang telah menggulung tikar tikar kejahiliaan dan membentangkan permadani ilmu, iman dan Islam. Semoga shalawat dan salam juga tercurahkan bagi keluarga beliau dan sahabat sahabat beliau ridhwanullahi 'alaihim jami'an.

Sebelum mentadabburi ayat ke-46, akan dituntaskan terlebih dahulu tadabbur ayat ke-45. Bukalah mushaf dan bacalah lagi ayat ke-45 secara perlahan,

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ

Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Surat Al-Baqarah, Ayat 45)

Pada bag. 2 tulisan dengan judul ini. Telah diuraikan dengan sederhana dua cara mengundang pertolongan Allah. Yaitu dengan sabar dan shalat. Dan telah diungkap pula pesan tersirat dari kedua cara tersebut, yang intinya adalah tawakkal. Tawakkal yang benar adalah terealisasinya dua rukun tawakkal. Yang oleh Para ulama Fikih dijelaskan dua rukun tawakkal itu adalah "Ikhtiar" (Usaha maksimal) dan "I'timad" (Penyandaran kepada Allah).

Sekarang perhatikanlah penggalan ayat,  وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Ayat ini adalah sindiran bagi kebanyakan manusia khususnya umat Islam yang belum bertawakkal atau belum sempurna tawakkalnya kepada Allah. Dikatakan belum bertawakkal kepada Allah karena belum memenuhi dua rukun tawakkal. Sedangkan yang dikatakan belum sempurna tawakkalnya adalah karena hanya memenuhi satu rukun saja dan mengabaikan rukun tawakkal yang lain.

Pada penggalan ayat di atas, lebih dititik beratkan pada shalat. Karena shalat adalah miftaahu al khairi  kuncinya kebaikan. Lihatlah awal surat al mukminun (ayat 1-11) dan pertengahan surat al ma'aarij (19-35) akan anda dapati shalat dijadikan Allah Azza Wa Jalla sebagai pembuka dan penutup kebaikan. Sehingga diantara hikmah dari firman Allah, "Wa Innahaa lakabiiratun" ( Dan (shalat) itu sungguh berat, ) adalah sebagai sindiran kepada sebagian umat Islam yang belum bertawakkal atau belum sempurna tawakkalnya kepada Allah dalam hal mencari rezeki, atau nafkah untuk keluarganya tercinta. 

Belum bertawakkal, karena masih ada sebagian ummat Islam ( semoga tidak banyak jumlah mereka ) yang mengaku sebagai muslim, dan tanda pengenalnya terdata agama Islam, akan tetapi masih melakukan maksiat dalam mencari dan mengumpulkan rezeki, masih menghalalkan segala cara tanpa peduli hak orang lain. Kondisi demikian telah disabdakan oleh Nabi saw, "Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak peduli darimana ia mendapatkan harta, dari yang halal atau yang haram." (HR. Nasa'i: 4378)

Dari hadits ini muncul pertanyaan, "Mengapa mereka menggampangkan mencari rezeki dengan tak peduli halal atau haram?!" Jawabannya sangat jelas pada ayat, karena mereka merasa berat menjalankan shalat, dan membiasakan diri tidak shalat. Dengan meninggalkan shalat sama saja mereka tak peduli hak Allah untuk diibadahi. Kalau saja mereka berani tak peduli hak Allah, dengan tidak memperhatikan dan melaksanakan shalat 5 waktu, maka sudah tentu mereka lebih berani tidak peduli dengan hak orang lain yang bermuamalah dengan mereka. 

Belum sempurna tawakkal, karena masih ada pula dari umat Islam yang dalam mencari nafkah sudah menempuh jalur yang benar dan halal yaitu "Ikhtiar" dan bukan maksiat, akan tetapi mereka sering menunda nunda shalat bahkan sampai beberapa kali tidak shalat karena alasan ikhtiar rezeki. Masih sering dijumpai sebagian OJOL tidak shalat padahal mangkalnya di sekitar masjid. Masih banyak supir angkot yang tetap beroperasi di kala khatib jumat sudah berdiri di Mimbar khutbah. Ribuan karyawan keluar dari ruang kerja di waktu dzuhur langsung membanjiri kantin dan warung makan menghabiskan waktu istirahat di sana sehingga shalat pun tertinggal. Para pebisnis dan pejabat meetingnya bisa berjam jam seolah tak mendengar seruan adzan di menara menara masjid. Dan masih banyak contoh contoh yang lain dimana sebagian umat Islam yang sudah ikhtiar untuk rezeki namun belum butuh untuk bersandar kepada Allah. Seolah dengan shalat rezeki akan berkurang. 

Padahal Shalat tidak akan mengurangi apatah lagi sampai menghilangkan rezeki. Justru shalat, akan mengundang rezeki.

وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ لَا نَسۡـَٔلُكَ رِزۡقٗاۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ

Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa. (Surat Tha-Ha, Ayat 132)

Allah menutup  ayat ke-45 dengan menegaskan "Illaa 'alal khaasyi'iin" bahwa hanya orang orang yang khusyuk yang mampu bertawakkal kepada Allah secara baik, secar benar dan sempurna. Semoga Allah menjadikan dan menggolongkan "Kita" ke dalam kelompok orang orang yang khusyuk.

Lantas, bagaimanakah karakter orang yang khusyuk itu?!  Insya Allah akan diuraikan pada tulisan selanjutnya.

Sebelumnya :
Selanjutnya :