Dari kejadian itu saya belajar banyak hal tentang komitmen, manajemen waktu dan keuangan, serta mencari jalan keluar dari masalah yang ada. Saya tidak lari dari kenyataan. Saya tetap menjalani hari-hari belajar dan menghafal dengan tenang walaupun kadang ada rasa galau dan malas menerpa.
Tetap Semangat dan Optimis Walau Kendala Terus Menyapa
(Sukses Story Santri Peserta BTM)
Nama saya Rusli S. Modjo. Akrabnya dipanggil Rusli. Saya lahir di Bolo, sebuah desa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), 23 Januari 2002. Saya anak ke-2 dari 2 bersaudara. Saya dibesarkan di Sumbawa sejak kecil sampai SMP dan melanjutkan jenjang SMA di Bogor, Jawa Barat.
Dulu ketika saya belum mondok saya mengagumi mereka yang bisa menghafal Al-Qur’an. Menurut saya mereka sangat luar biasa hanya menghafal 3-5 juz. Saat itu saya tak berfikiran bisa menghafal lebih dari 5 juz, apalagi sampai mengkhotamkan Al-Quran yang mulia ini.
Memang sejak kelas 2 SMP saya ada niat untuk mondok tapi niat itu tidak terlalu besar. Hingga saat saya kelas 3 SMP ada tawaran dari bibi yang berdomisili di Bogor. Ia menawarkan sekolah mendalami ilmu Agama di sekolah saya sekarang (SMA Al-Qur’an Wahdah Islamiyah). Ketika itu ada 3 pilihan saya untuk melanjutkan sekolah. Pertama, Salah satu pesantren tua dan terkenal di Lombok NTB; Kedua, Sekolah umum di Bima, tepatnya di Bolo, desa kelahiran saya; dan yang ketiga di Bogor yaitu SMA Al-Qur’an Wahdah Islamiyah.
Saat itu tak ada paksaan dari orang tua untuk mondok. Pilihan dan keputusan diserahkan kepada saya, mana yang lebih saya sukai. Saat itu yang ada dalam pikiran saya adalah ingin sekolah di tempat yang jauh, agar jarang dijenguk, dan ingin mandiri. Saya berfikiran demikian karena dulu setiap ada kegiatan ekskul di luar seperti Pramuka saya selalu dijenguk padahal baru sehari. Sejak SMP saya tidak terlalu suka untuk dimanja jadi saya memilih di Bogor.
Saya sampai di pondok pada sore hari. Saya telat 3 hari dan tidak mengikuti kegiatan Masa Orientasi Santri (MOS). Saya datang diantar oleh mama bersama bibi dan saudara. Bakda Maghrib hari itu juga mamah dan keluarga saya meninggalkan pondok. Pada hari pertama sampai hari kedua perasaan saya biasa biasa saja. Namun pada hari selanjutnya sampai kurang lebih sepekan saya merasa ada yang hilang, ada yang berbeda. Tapi kayaknya untuk menyampaikan perasaan saya kala itu saya miskin kata-kata untuk mengungkapkannya.
Setelah melewati hari-hari itu, saya mulai mengikuti kegiatan pondok seperti halnya santri lainnya. Awalnya saya berfikir bahwa semua pondok itu seperti yang di daerah saya dan yang lainnya yang pernah saya lihat. Setelah hari-hari pertama berlalu, saya baru sadar bahwa ternyata saya berada di Pondok Tahfidz Quran yang 80% kegiatannya menghafal Al Quran.
Pada Semester awal saya masih menyesuaikan diri. Saya merasa tidak mampu menyelesaikan target setoran hafalan dan muraja’ah harian. Bagi saya saat itu sangat mustahil untuk menuntaskan target hafalan baru 1 halama setiap hari, disusul dengan Sabaqi (menyetorkan 4 halaman terakhir dari hafalan baru), ditambah pada sore hari program manzil yaitu menyetor ¼-1/2 juz dari hafalan yang lama. Ketika itu saya hanya bisa menyetor setengah halaman. Kadang tidak menyetor hafalan baru sama sekali.
Yang saya paling pusingkan adalah setoran hafalan baru. Karena saat itu belum tahu cara menghafal yang cocok bagi saya. Saya juga belum tahu berbagai tips menghafal cepat belum saya tahu. Hal ini ditambah dengah kemampuan Bahasa Arab saya yang masih sangat awam saat itu. Sehingga lengkaplah kendala menghafal Al-Qur’an yang saya alami. Sehingga selama duduk di kelas 1 atau satu tahun pertama saya hanya bisa menghafal 5 juz. Namun dengan capaian segitu saya sudah bersyukur.
Naik kelas 2 kendala menghafal makin banyak. Karena di kelas 2 saya terlibat dalam kepengurusan organisasi santri. Seperti kebiasaan di berbagai Sekolah atau Pondok pesantren, menjadikan santri kelas 11 sebagai pengurus organisasi. Di pondok dikenal dengan sebutan OSWI (Organisasi Santri Wahdah Islamiyah). Saat itu saya dipilih sebagai Ketua Divisi Kebersihan dan kesehatan yang beranggotakan 6 santri.
Mungkin kalau ada orang yang bertanya “capek nggak kalau jadi pengurus ?” mungkin itu pertanyaan yang tidak perlu dijawab lagi, apatah lagi seorang yang belum berpengalaman dalam kepengurusan, ini bisa dianggap sebagai beban yang kadang menggangu pikiran pada waktu tahfidz dan mengurangi waktu tidur siang walaupun tidak sering juga.
Sehingga selama duduk di Kelas XI/2 saya harus membagi waktu dengan baik. Hal ini menjadi salah satu alasan dan sebab yang membuat target hafalan saya kembali tidak tercapai. Walaupun saat itu saya telah mampu untuk menyetor 1 halaman hafalan baru setiap harinya. Selama 2 tahun menghafal saya hanya dapat menghafalkan 11 juz. tapi saya tidak menyalahkan keadaan, seperti yang ustadz saya pernah bilang yang maknanya tak jauh berbeda yaitu “janganlah mencela atau mencaci kegelapan alangkah baiknya untuk menyalan lilin”
Saya juga tersemangati oleh perkataan Imam Syafií bahwa semua pasti akan ada titik didihnya yaitu;
Biarkan hari hari berbuat semaunya
Relakan hati ini ketika takdir tiba
Jangan resah dengan gelapnya malam
Karena semua peristiwa di dunia ini tak ada yang abadi
Naik kelas IIX/2 saya berusaha meningkatkan keseriusan dan kesungguhan dalam belajar dan menghafal. Bagi saya kelas 3 atau kelas 12 adalah masa yang seharusnya tidak ada lagi waktu yang terbuang dengan candaan yang tak jelas karena garis ujung telah terlihat. Saya pun berusaha membuat agenda baru yang tidak tahu sudah berapa kali saya mengganti agenda dikarenakan kurangnya komitmen dan masih sering tergoda dengan kelalaian dan kemalasan.
Kali ini saya sangat serius dalam menjalankannya dengan target-target yang harus saya selesaikan. Alhamdulillah di akhir tahun 2019 hafalan saya mencapai 20 juz. Satu capaian yang patut saya syukuri walaupun terkadang kelaiaian menghampiri. Sehingga memasuki awal tahun 2020 saya memperbaharui target dengan terus berusaha komitmen dalam menjaganya. Alhamdulillah hafalan saya kurang dari 3 juz akan selsai.
Saya meminta kepada seluruh pembaca untuk didoakan agar selalu istiqomah dalam menghafal dan bisa menyelesaikan hafalan saya sebelum program Beasiswa Tahfidz Muamalat (BTM) ini selesai. (Rusli S. Modjo)
Tags: Santri BTM, Beasiswa Tahfizh Muamalat, SMA Al-Qur’an Wahdah Islamiyah, Bogor