UMMATTV, JAKARTA--Hampir dua tahun pandemi corona virus disease 2019 (COVID-19) melanda. Para siswa pun terpaksa belajar secara daring dari rumah. Kini, kondisi semakin membaik, pandemi pun dianggap cenderung mereda. Anak-anak dapat bersekolah secara tatap muka kembali.
Tentunya, banyak hal yang perlu disiapkan kembali. Mulai dari metode pengajaran hingga fasilitas pendukung anak belajar di sekolah. Di antara berbagai hal tersebut, kebutuhan makan dan minum para guru, anak, dan tenaga pendidik lainnya di sekolah perlu menjadi perhatian khusus.
Mengingat kondisi pandemi yang belum seutuhnya usai, asupan makan dan minum menjadi hal yang perlu menjadi perhatian pihak sekolah. Menyediakan makanan dan minuman yang halal dan aman (halalan thayyiban) merupakan upaya dalam menjaga kesehatan para siswa dan tenaga pendidik, karena makanan yang terjamin halalan thayyiban sudah pasti aman dikonsumsi. Tak hanya itu, konsumsi makanan dan minuman halal adalah salah satu modal dalam proses pembetukan karakter anak bangsa yang unggul dan baik.
Advisor Departemen Komunikasi LPPOM MUI, Lia Amalia, S.T., S.Si., M.T., menuturkan pihak sekolah perlu mempertimbangkan adanya kantin halal dan thayyib di sekolah, mengingat tidak semua anak membawa bekal dari rumah. Menurutnya, kantin sekolah yang baik bagi siswa adalah yang bisa menyiapkan makanan yang halal dan thayyib bagi siswa dan siswinya.
“Jadi apa yang dimaksud dengan kantin halal dan thayyib itu? Yang dimaksud dengan kantin halal adalah kantin yang menyiapkan makanan yang jelas kehalalannya, sedangkan kantin yang thayyib adalah kantin yang menyiapkan makanan yang aman dan sehat,” terang Lia.
Sementara itu, Istri dari Ridwal Kamil, Gubernur Provinsi Jawa Barat, Atalia Praratya, menekankan bahwa seluruh perangkat di sekolah harus memahami pentingnya memilih makanan dan minuman yang halal dan thayyib, juga sehat dan bergizi.
“Apa yang kita konsumsi akan memengaruhi fisik, keimanan, dan rukhiyah. Jika kita memasukkan makanan yang tidak halal, tentu efeknya juga menjadi tidak baik. Selain itu, data menunjukkan bahwa 1 dari 10 orang pernah mengalami keracunan pangan. Ada sekitar 420 ribu orang keracunan pangan dan lebih dari 100 ribu adalah balita,” jelasnya.
Untuk menciptakan sekolah menyediakan makanan dan minuman yang halal dan thayyib tentu memerlukan kerjasama dari berbagai pihak. Menurut Atalia, pihak sekolah lah yang memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa makanan yang masuk ke lingkungan sekolah sudah terjamin kehalalalan dan keamanannya. Mungkin bisa dimulai dengan melakukan edukasi kepada para pedagang atau pengurus kantinnya, kemudian dilakukan pemantauan.
Orangtua, lanjut Atalia, memegang peranan paling penting dalam keputusan anak dalam memilih makanan dan minuman apa yang mereka harus pilih. Sehingga penting baagi orangtua untuk mendapatkan edukasi terkait hal tersebut, untuk kemudian diturunkan kepada anak-anaknya.
“Kebiasaan yang diterapkan di rumah akan dibawa oleh anak-anak ke mana pun mereka berada. Orangtua menjadi pendidik terpenting bagi anak, mana yang baik mana yang tidak, mana yang halal mana yang tidak. Itu semua harus diajarkan dari rumah. Nah pihak sekolah hanya menyediakan sistem agar makanan yang tidak mengandung gizi baik dan berbahaya itu tidak masuk dalam lingkungan sekolah,” ujar Atalia.*
Sumber: Halalmui.org