Harta Halal, Doa Terkabul: Jalan Keberkahan dalam Kehidupan Muslim

Harta Halal, Doa Terkabul: Jalan Keberkahan dalam Kehidupan Muslim

Jika ingin doa dikabulkan, hidup diberkahi, dan keluarga tenteram, maka perbaikilah cara mencari harta.

Oleh : Dr. Syuyud Arif, MA


Dalam Islam, persoalan harta bukan sekadar soal banyak atau sedikit, tetapi bagaimana cara memperolehnya.  Ditegaskan bahwa Al-Qur’an dan Sunnah memberikan peringatan keras agar kaum muslimin tidak memakan harta dengan cara yang batil, tidak benar, dan haram.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman agar manusia tidak saling memakan harta dengan cara yang batil, yakni cara-cara yang tidak dibenarkan oleh syariat. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan bahwa al-bāṭil mencakup segala bentuk harta yang diperoleh dengan kebohongan, penipuan, sumpah palsu, manipulasi, dan kezaliman terhadap hak orang lain.

Dua Cara Memakan Harta Secara Batil

 Memakan harta secara batil setidaknya terjadi melalui dua jalan utama.

Pertama, mendapatkan harta dengan cara yang jelas-jelas haram, seperti mencuri, merampas, menipu, atau mengambil hak orang lain. Contoh sederhana yang sering diremehkan adalah mengambil sandal orang lain di masjid karena merasa “lebih bagus” atau “tidak ada yang tahu”. Sekecil apa pun, jika itu bukan hak kita, tetap tercatat sebagai dosa.

Kedua, memperoleh harta dengan cara yang tampak seolah halal, tetapi tercampur kebatilan, seperti sumpah palsu dalam jual beli, manipulasi kualitas barang, atau menipu pembeli dengan alasan agar dagangan laku. Banyak pedagang berdalih, “Kalau tidak bersumpah, tidak dapat untung.” Padahal Rasulullah ﷺ dengan tegas melarang sumpah palsu, karena ia memang bisa melariskan barang, tetapi menghilangkan keberkahan.

Bahaya Merampas Hak Orang Lain

Dalam hadis disebutkan, siapa saja yang merampas hak orang lain walau hanya sejengkal tanah, maka pada hari kiamat ia akan dikalungi dengan tujuh lapis bumi. Ini menunjukkan betapa berat dosa mengambil hak orang lain, terlebih jika dilakukan dengan sadar dan sengaja. Tak jarang, orang yang berani mengambil milik orang lain hidupnya tampak berhasil sesaat, namun ujungnya bangkrut dan penuh kegelisahan.

Halal Itu Wajib, Bukan Pilihan

Ustadz Syuyud Arif menekankan bahwa mencari harta halal hukumnya wajib bagi setiap muslim, terutama bagi kepala keluarga. Bukan hanya ayah, ibu pun memiliki kewajiban yang sama ketika terlibat dalam urusan penghasilan. Halal bukan sekadar label, tetapi jalan hidup yang menentukan ketenangan hati dan keberkahan keluarga.

Lebih baik penghasilan sedikit tetapi halal, daripada harta banyak namun haram. Harta halal melahirkan ketenangan, sedangkan harta haram menumbuhkan keresahan, meskipun tampak melimpah.

Harta Haram Menghalangi Doa

Rasulullah ﷺ mengisahkan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, tubuhnya lusuh, tangannya menengadah ke langit sambil berdoa, “Ya Rabb, ya Rabb.” Namun makanan yang ia makan haram, minuman yang ia minum haram, dan pakaian yang ia kenakan pun haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?

Dalam riwayat lain disebutkan, orang yang memasukkan makanan haram ke dalam tubuhnya, doanya tidak akan dikabulkan selama 40 hari.

 Karena itu, jika doa terasa berat dikabulkan, jangan-jangan yang perlu diperbaiki bukan panjangnya doa, tetapi sumber penghasilan dan makanan yang masuk ke tubuh kita.

Pesan utama materi ini :
Jika ingin doa dikabulkan, hidup diberkahi, dan keluarga tenteram, maka perbaikilah cara mencari harta.

Kehalalan penghasilan adalah fondasi ibadah, doa, dan ketenangan hidup. Sedikit tetapi halal lebih dicintai Allah daripada banyak namun haram. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang menjaga diri dari harta batil dan diberi keberkahan dalam setiap rezeki yang Allah titipkan. Aamiin.


Artikel diatas merupakan intisari dari materi yang dibawakan kuliah subuh di masjid Al I'tisham Perum Budi Agung ,Sabtu (27/12/2025).

Sebelumnya :