UMMATTV JAKARTA--Produk ekonomi Syari’ah terus mengalami perkembangan. Hal itu ditunjang dengan keberadaan sistem informasi dan telekomunikasi. Mekanisme transaksi kini secara mudah bisa dilakukan secara online dengan beragam bonus yang ditawarkan, baik melalui dropship, pay order, atau lainnya. Sarana transaksi juga berkembang, termasuk penggunaan uang elektronik.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid menilai fenomena ini perlu direspon dengan penguatan dan pengembangan literasi Fikih. Sehingga, kajian Fikih tidak hanya berhenti pada bahasan jual beli secara umum ( bab al-buyu’ ).
“Literasi Fikih ekonomi perlu untuk terus dikembangkan dan disosialisasikan agar bisa memberikan edukasi kepada masyarakat,” tegas Wamenag saat berbicara pada webinar tentang "Grand Strategy Pengembangan SDM Ekonomi Islam Berbasis Link and Match Solusi SDM Unggul, Indonesia Maju", Selasa (29/12).
Kegiatan yang digagas Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) ini menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai keynote speaker. Sementara diskusi yang dipandu Wakil Ketua IAEI menghadirkan panelis Gubernur Bank Indonesia Perry Wardoyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi, serta Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam.
Simposium yang merupakan bagian dari program tahunan Sharia Business and Academic Sinergy ini juga turut dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Kedua, standarisasi kurikulum untuk mempersiapkan lulusan dengan kompetensi keilmuan fiqh ekonomi yang handal, baik di perguruan tinggi maupun pesantren. Kurikulum tersebut harus dapat mencetak orang-orang yang memiliki standar tinggi, bukan sekedar SDM dengan kualitas “tenaga kerja/kuli”.
Ketiga, pelibatan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan atau lembaga-lembaga fatwa pada ormas, misalnya LBM-NU atau Majelis Tarjih Muhammadiyah yang concern dalam pengembangan ekonomi syariah. Komponen ini lebih intens terlibat di tengah masyarakat, karena mereka yang memiliki masyarakat. Lembaga ini juga akan berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan secara intensif hasil keputusannya ke tengah masyarakat.
Wamenag mengajak para ahli untuk dapat mewarnai dunia perekonomian Indonesia bahkan dunia dengan ekonomi Islam. Wamenag yakin Indonesia bisa melakukannya. Sebab, Indonesia sudah memiliki bahan dasar untuk pengembangan lebih lanjut ekonomi syariah di tanah nusantara. Bahan dasar itu antara lain berupa keberadaan KNEKS yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020, dengan Wapres, KH Ma’ruf Amin, sebagai ketua hariannya. Indonesia juga sudah memiliki Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 yang telah diluncurkan Presiden Jokowi 14 Mei 2020 dan bahkan menargetkan Indonesia menjadi minimal tiga besar ekonomi Islam terbaik dunia.
“Kedua hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah memandang bahwa ekonomi syariah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional,” tegasnya.
Tentang grand strategy pengembangan ekonomi syariah dan penyiapan SDM-nya, Wamenag minta agar prinsip besar ajaran agama, seperti maqashid al-syariah ataupun hikmat tasyri’ (filsafat hukum Islam) dijadikan sebagai acuan. Ada lima tujuan adanya syariat yaitu: melindungi agama (hifdz al-din), akal (hifdz al-‘aql), jiwa (hifdz al-nafs), keturunan (hifdz al-nasal), dan harta (hifdz al-mal).
“Prinsip dalam mengimplementasikan syariat itu pada hakikatnya untuk menghilangkan kesulitan (raf’u al-haraj), meringankan beban (taqlil al-takalif) dan ditempuh secara bertahap (tasyri’ al-tadriji),” jelasnya.
“Usaha memasyarakatkan ekonomi syariah bukan proses instan. Generasi saat ini mungkin tidak bisa langsung menikmati kerjanya. Tapi ini akan menjadi investasi keilmuan yang luar biasa besar bagi dunia keilmuan dan juga masyarakat muslim,” tandasnya.*