Wajah Keluarga Peradaban

Wajah Keluarga Peradaban

Oleh: Yons Achmad

(Pendiri Majelis Amal Peradaban, Depok)


Apa visi keluargamu? Sebagai orang tua, terutama seorang ayah, apa jawabannya? Tentu setiap orang tua jawabnya berbeda. Dulu, sebagai orang tua, sebagai ayah, saya tergagap-gagap dengan pertanyaan itu. Menjawab sekenanya saja. “Visi keluarga kami adalah masuk surgaNya tanpa hisab.”  Jawaban itu tidak salah, kata seorang guru. Semua keluarga muslim insyaallah punya visi demikian. Tapi, adakah yang visi yang lebih spesifik dan berbeda dengan keluarga muslim pada umumnya?


Sekian lama kami renung-renungkan dalam keluarga kami. Sebenarnya sebuah tamparan telak. Kenapa? Harusnya, diawal pernikahan bahkan sebelum pernikahan dilangsungkan,  urusan visi besar keluarga ini sudah tuntas dibahas. Sayang seribu sayang, hal ini kurang mendapat perhatian. Kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sampai akhirnya, kami berhenti sejenak. Kembali merumuskan visi besar keluarga.


Visi sendiri adalah persoalan wajah keluarga, ingin seperti apa wajah keluarga kita. Masing-masing keluarga punya visi.  Sampai  keluarga kami sepakakat bahwa visinya adalah satu saja “Keluarga Unggulan di Taman Peradaban.” Tidak akan kami ubah, itu abadi. Baru kami menyusun misinya, sebuah gambaran tentang bagaimana keluarga akan diarahkan. Dalam misi ini kami membicarakan tentang bagaimana arah dan target (capaian) yang ingin kami hasilkan.


Sebuah proses yang bertahap, ketika sudah tercapai misinya, maka akan disusun misi baru. Misi kami misalnya mendidik anak di rumah dan sekolah dengan sentuhan peradaban Islam, menjadikan rumah sebagai pembelajaran adab dan ilmu dengan perpustakaan keluarga sebagai penopangnya, setiap anggota keluarga punya amalan unggulan dalam peradaban, memiliki dan mengelola usaha (perusahaan) yang mapan untuk menopang peradaban, juga mendirikan Yayasan Amal Peradaban (Yasmala) sebagai pondok kajian amal peradaban.


Dalam persoalan pendidikan anak, kami meyakini bahwa keluarga memainkan peran sekira 60%, sementara sekolah 20% dan lingkungan 20%.  Itu sebabnya, kami benar-benar menyusun program yang mendukung wajah peradaban keluarga. Misalnya program kunjungan peradaban (ke perpustakaan, toko buku, taman baca, ke tokoh berilmu, ulama), sedekah peradaban (sedekah buku dan makanan), program berbagi kebahagiaan dengan orang tua (mertua) dengan cara menelepon secara rutin, kunjungan, juga sesekali memberi hadiah atau ajakan jalan-jalan. 


Sebagai penghormatan kepada istri, ada program “Me Time” untuk bunda.  Seharian ayah full bersama anak-anak.  Juga program bahasa Arab dan Inggris di saat liburan anak (Sabtu-Minggu). Apakah semuanya terlaksana? Tak selalu. Tapi setidaknya semua telah kami rencanakan dengan matang.


Sebagai ayah, kadang saya berpikir “Apa tidak muluk-muluk ya, wong  kebutuhan sehari-hari saja  kadang masih ada kekurangan kok ngomong peradaban.” Tapi, kemudian saya pikir, ghirah (semangat) tak boleh padam. Semua rencana pasti ada jalannya, ketika kita berikhtiar dan terus berdoa kepada Allah SWT. Khusus bagi anak-anak, kami ingin mereka bisa gemilang diusia belia. Artinya di umur 15 tahun sudah bisa mandiri. Selaras dengan rencana besar yang juga telah dipikirkan sekolah tempat anak-anak kami belajar.


Secara terbuka, semuanya ini terus kami komunikasikan. Dengan orang-orang terdekat atau guru-guru kami. Tentu harapannya, ada sebuah umpan balik. Jika misalnya kami salah, maka akan cepat kami perbaiki, jika ada tambahan asupan maka kami akan rela menerimanya, jika sudah pas, maka kami bisa mendapatkan kira-kira pencerahan apalagi yang bisa kami amalkan.  Ya, kami meyakini bahwa peradaban bukan sekadar konsep-konsep yang “wah”, peradaban adalah persoalan amal. Semuanya itu juga butuh proses.


Sebagaimana disebutkan dalam surat Ali-Imran ayat 110.  Jadilah kalian umat terbaik (Kuntum khaira ummah).  Dalam ayat ini Allah SWT menyebut “Kuntum” jadilah kalian, bukan “Antum” kalian. Saya sepakat ketika penafsirannya memang sebuah proses. Artinya, agar  umat  bisa menjadi umat terbaik, selalu memerlukan proses. Dalam keluarga, artinya kita perlu mendidik, membina, mengarahkan anak-anak dalam sebuah keluarga dengan visi peradaban. Itulah proses mutlak yang harus dijalankan untuk menjadi umat terbaik (unggulan) di taman peradaban. *

Sebelumnya :
Selanjutnya :