Berdasarkan data LPPOM MUI, sejak 5 tahun lalu (2017), perusahaan kosmetik yang sudah melakukan sertifikasi halal sejumlah 794 perusahaan, dengan sertifikat halal sejumlah 1.913, dan produk kosmetik sejumlah 75.385 produk.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan sertifikasi halal untuk produk yang beredar di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Khusus untuk produk kosmetik, kewajiban sertifikasi halal ditetapkan sejak 17 Oktober tahun ini.
“Saat ini, kita masih dalam masa transisi. Perusahaan kosmetik masih memiliki waktu 5 tahun ke depan, hingga 2026, untuk mempersiapkan pemenuhan regulasi ini dengan melakukan sertifikasi halal produk,” terang Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si dalam webinar halal internasional yang diselenggarakan LPPOM MUI bersama PT Pamerindo Indonesia dengan tema “Get into Indonesia Cosmetics Market: Halal and Labeling Requirements” pada 2 Desember 2021.
Muti juga menjelaskan, berdasarkan data LPPOM MUI, sejak 5 tahun lalu (2017), jumlah perusahaan kosmetik yang sudah melakukan sertifikasi halal sejumlah 794 perusahaan, dengan sertifikat halal sejumlah 1.913, dan produk kosmetik sejumlah 75.385 produk.
Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik, BPOM RI, Dra. Dwiana Andayani, Apt., membahas “Persyaratan Label untuk Produk Kosmetik di Indonesia”. Menurutnya, yang dimaksud label kosmetik adalah segala informasi tentang kosmetik berupa gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan dalam kosmetik, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau sebagai bagian dari kemasan, dan yang dicetak langsung pada kosmetik produk.
“Sementara aturan terkait label kosmetik, tertulis dalam Peraturan BPOM Nomor 30 Tahun 2020 tentang Persyaratan Teknis Penandaan Kosmetika. Khususnya, dalam Pasal 2, penandaan pada label kosmetik harus memenuhi beberapa kriteria,” papar Dwiana.
Pertama, lengkap dengan mencantumkan semua informasi yang dipersyaratkan, seperti nama produk, keunggunalan, cara penggunaan, bahan, produsen, masa kedaluarsa, dan sebagainya. Kedua, obyektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan dan kemanfaatan kosmetika.
Ketiga, tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur, akurat, dapat dipertanggung jawabkan, dan tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Keempat, tidak menyatakan seolah-olah sebagai obat atau bertujuan untuk mencegah suatu penyakit.
Advisor Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI, Dr. Ir. Hj. Mulyorini R. Hilwan, M.Sc., mengangkat tema “Persyaratan Sertifikasi Halal untuk Kosmetik”. Menurutnya, ada lima alasan kosmetik perlu disertifikasi halal, yaitu memenuhi konsumen muslim, keunggulan kompetitif, memenuhi peraturan pemerintah, beberapa bahan kosmetik kritis dari segi kehalalannya, serta beberapa kosmetik tahan air.
“Berdasarkan UU JPH, produk kosmetik termasuk dalam produk yang wajib disertifikasi halal. Kemudian, Pasal 2 pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, menyatakan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk yang berasal dari bahan yang diharamkan,” tegas Mulyorini.
Ketua Umum Perkosmi, Sancoyo Antarikso, mengangkat tema “Kisah Sukses Pemenuhan Regulasi Indonesia”. Menurutnya, implementasi regulasi kosmetik di Indonesia sudah baik, meskipun ada beberapa poin yang perlu ditingkatkan.
“Saat ini, Indonesia menjadi salah satu pengadopsi awal regulasi kosmetik. Kesadaran untuk sertifikasi halal produk kosmetik pun terus meningkat. Dari segi nilai, kosmetik halal di Indonesia lebih banyak daripada kosmetik yang belum halal,” jelas Pak Sancoyo.
Namun, lanjutnya, ada beberapa tantangan yang dihadapi industri kosmetik di Indonesia. Diantaranya, tidak semua produk kosmetik yang diedarkan dan diperdagangkan di Indonesia telah bersertifikat halal, masih banyak produk kosmetik impor, perlu percepatan sertifikasi halal produk kosmetik, serta perlu terciptanya ekosistem halal seperti tersedianya bahan dasar yang halal di Indonesia.*
Sumber: Halalmui.org