Oleh:
Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
PADA hari Senin (13 Juli 2020), sebuah radio di Bandung mewawancarai saya. Temanya tentang “Kurikulum Madrasah”. Tema itu diangkat terkait dengan wacana yang cukup ramai tentang perubahan kurikulum madrasah yang beredar di media massa, dalam beberapa hari ini.
Madrasah adalah lembaga pendidikan Islam yang mendapat keistimewaan di Indonesia. Saat ini, madrasah secara khusus dikelola oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Bahkan, ada direktorat khusus yang mengurusi soal madrasah. Jadi, pendidikan Islam memang mendapat tempat “khusus” di Indonesia.
Karena itulah, dalam wawancara dengan Radio di Bandung tersebut, saya menyampaikan agenda penting dan strategis yang perlu disusun dan dilaksanakan agar madrasah menjadi lembaga pendidikan terbaik di Indonesia. Jujur saja, hingga kini, mungkin masih banyak kaum muslim Indonesia yang belum menjadikan madrasah sebagai pilihan utama dalam memilih lembaga pendidikan untuk anak-anak mereka.
Kepada penyiar Radio di Bandung tersebut saya tanyakan, “Tolong sebutkan Madrasah Aliyah favorit di Kota Bandung!” Ternyata, dua penyiar yang ada, tidak bisa menyebutkan, satu pun.
Lalu, saya tanya lagi, “Sebutkan SMA favorit di Kota Bandung!” Dengan lancarnya mereka bisa menyebutkan SMA ini dan itu! Mungkin, belum banyak masyarakat tahu, bahwa ada sejumlah madrasah yang di level nasional dikenal sangat unggul dan menjadi pilihan utama anak-anak pintar, seperti MAN Insan Cendekia di Serpong dan di beberapa kota lainnya.
***
Dalam beberapa kali menguji disertasi Doktor Pendidikan Islam yang membahas madrasah, saya tanyakan kepada ‘promovendus’, apakah jika anak-anak Anda pintar, akan diarahkan untuk melanjutkan pendidikan ke madrasah?
Pertanyaan seperti ini saya ajukan untuk menguji komitmen, apakah sang peneliti madrasah ini benar-benar serius untuk memikirkan bagaimana memajukan madrasah; membangun madrasah menjadi lembaga pendidikan terbaik. Alhamdulillah, ada beberapa contoh madrasah yang dikelola dengan baik, dan kemudian menjadi lembaga pendidikan Islam yang unggul dan sangat diminati oleh masyarakat.
Seorang ‘promovendus’ di program Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor menulis disertasi doktor tentang cara memberdayakan madrasah menjadi lembaga pendidikan unggul. Studi kasusnya, satu madrasah Ibitida’iyah di Tangerang. Madrasah ini, katanya, semula hampir ditutup, karena sepi peminat. Lalu, dilakukan pembenahan, terutama aspek kedisiplinan dan pendidikan ibadah serta al-Quran. Alhamdulillah, dalam waktu singkat, madrasah itu kemudian berkembang pesat dan sangat diminati masyarakat.
Apa yang dilakukan peneliti – yang juga praktisi pendidikan itu – adalah menjadikan proses penanaman akhlak mulia sebagai hal penting dalam proses pendidikan. Ternyata, memang banyak orang tua muslim yang menginginkan anak-anaknya menjadi orang baik, yang taat beribadah dan berakhlak mulia.
Kepada pendengar Radio di Bandung itu, saya sampaikan, inilah agenda terpenting madrasah saat ini. Madrasah harus berbenah, dan berjuang sekuat tenaga agar menjadi lembaga pendidikan terbaik di Indonesia. Sebab, madrasah mendapatkan tempat istimewa dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini terkait dengan aspek historis pendirian Departemen Agama, yang merupakan hasil perjuangan umat Islam Indonesia.
Seperti kita ketahui, pada 3 Januari 1946, pemerintah RI secara resmi membentuk satu Kementerian Agama. HM Rasjidi ditunjuk sebagai menteri agama yang pertama. Tugas kementerian ini secara umum meliputi tiga bidang: pendidikan, penerangan, dan pengadilan. Secara politis, Departemen Agama (Depag) dianggap sebagai hadiah bagi umat Islam, menyusul dihapuskannya tujuh kata dalam Pembukaan UUD 1945 (yaitu: ... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya).
Sejak awal pembentukannya, pendirian Departemen ini pun tak lepas dari polemik. Dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 19 Agustus 1945, usulan pembentukan Departemen Agama ditolak oleh sebagian kalangan Kristen, seperti Latuharhary, dan kalangan nasionalis sekular. Namun, akhirnya Soekarno dan Hatta menerima usulan pembentukan Departemen Agama.
Tugas kementerian ini secara umum meliputi tiga bidang: pendidikan, penerangan, dan pengadilan. Melalui departemen inilah umat Islam mendapatkan berbagai kesempatan untuk menyelenggarakan urusan keagamaan. Diantara tujuan Depag, sebagaimana rumusan tahun 1950, adalah: Menyelenggarakan, memimpin, dan mengawasi pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri, mengadakan pendidikan guru-guru dan hakim agama, mempertinggi kecerdasan umum dalam kehidupan bermasyarakat dan hidup beragama. (Lihat, Deliar Noer, Admistriasi Islam di Indonesia (Jakarta: Rajawali, 1984).
Pada tahun 1967, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No. 56/1967 tentang perincian struktur organisasi, tugas, dan wewenang Departemen Agama, yang antara lain menyatakan: “Tugas Departemen Agama dalam jangka panjang ialah melaksanakan Piagam Jakarta dalam hubungannya dengan UUD.” (Pasal 1, ayat 1-d). (Lihat, Endang S. Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), (Jakarta: GIP, 1997).
Karena tugasnya yang khusus seperti itu, maka Departemen Agama sejatinya mengemban amanah yang sangat berat dalam perjuangan umat Islam Indonesia. Dalam bidang pendidikan, Departemen ini bertugas mengelola dan mengembangkan pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Melalui pendidikan tinggi, disiapkanlah tenaga-tenaga pendidik pada semua jenjang pendidikan.
Karena itulah, kepada para pejabat kita di Kementerian Agama RI dan juga para pimpinan serta para guru madrasah, kita berharap, agar mereka benar-benar menjalankan amanah berat ini. Saat ini, mereka mengemban amanah yang sangat penting untuk mendidik anak-anak muslim menjadi generasi terbaik di negeri ini.
Bisa dikatakan, baik dan buruknya negeri kita, sangat tergantung kepada baik buruknya madrasah. Sebab, madrasah membawa nama “Islam”. Jika baik, madrasah akan jadi contoh pendidikan di Indonesia. Jika buruk, nama Islam pun akan terdampak pula. Wallaahu Alam bish-shawab. (Depok, 15 Juli 2020).*