Salah satu cara untuk mengatasi persoalan bahan yang berasal dari, atau yang terkontaminasi oleh bahan haram adalah dengan melakukan pengambilan sampel dan selanjutnya dilakukan uji laboratorium atas sampel tersebut.
Pada dasarnya semua makanan hukumnya halal, kecuali yang dinyatakan haram. Menurut Al-Qur’an, yang disebut makanan haram adalah bangkai, darah, daging babi dan daging hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.
Halal haramnya suatu bahan atau produk bersifat mutlak (zero tolerance). Hal ini berbeda dengan standar atau sistem mutu lain yang mengenal ambang batas tertentu (threshold). Dalam hal keamanan pangan misalnya, masih dimungkinkan adanya bahan berbahaya (hazardous materials) atau cemaran mikroba dalam bahan pangan asalkan masih di bawah ambang batas tertentu.
Namun dalam konsepsi halal tidak dibolehkan masuknya bahan yang haram pada level berapa pun (zero tolerance). Pilihannya hanyalah halal atau haram. “Kalau status kehalalannya tidak atau belum jelas (syubhat), maka harus diperjelas melalui sertifikasi halal oleh lembaga yang kompeten dan berwenang,” kata Kepala Pusat Kajian Sains Halal IPB University, Prof. Khaswar Syamsu, Ph.D.
Selain makanan, Al-Qur’an dalam surat Al-Maidah ayat 90 juga menjelaskan diharamkannya meminum khamar atau minuman yang memabukkan. Di sejumlah hadits juga dijelaskan larangan memakan binatang buas, binatang yang dilarang untuk dibunuh, binatang yang disuruh untuk dibunuh dan binatang yang menjijikan.
Menurut Khaswar Syamsu, perkembangan ilmu dan teknologi dalam pengolahan telah membuat produk industry makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika menjadi syubhat alias berpeluang menjadi haram. Sumber keharaman dapat berasal dari bahan bakunya sendiri (raw materials), bahan tambahan (additives) atau bahan pembantu (processing aids) dalam industri. Banyak bahan baku, bahan tambahan dan bahan pembantu berasal bahan dari babi (porcine materials), atau dari hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat Islam.
Contohnya lemak babi yang merupakan hasil samping (byproduct) industri pengolahan daging babi, dapat dibuat untuk bahan pengemulsi (emulsifier) yang umum digunakan dalam industri pangan. Dari kulit dan tulang babi juga dapat dibuat kolagen sebagai bahan kosmetik serta gelatin yang umum digunakan sebagai bahan cangkang kapsul, permen lunak, dan bahan pengental. Bahan-bahan tersebut tentu tak bisa dilihat secara kasat mata ketika sudah tercampur dengan bahan lain.
Salah satu cara untuk mengatasi persoalan bahan yang berasal dari, atau terkontaminasi oleh, bahan babi atau derivatifnya adalah dengan melakukan pengambilan sample dan uji laboratorium (autentikasi) sebelum bahan syubhat tersebut diputuskan kebolehan penggunaannya sebagai bahan dalam industri makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika bersertifikat halal.
Laboratorium adalah suatu tempat di mana dilakukan kegiatan percobaan, pengukuran, penelitian atau riset ilmiah yang berhubungan dengan ilmu sains (kimia, fisika, biologi) dan ilmu-ilmu lainnya.
Meski memiliki peran penting dalam suksesnya proses sertifikasi halal, terutama dalam hal analisa produk dengan kandungan bahan hewan, menurut Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., dalam praktiknya hasil analisis laboratorium bukan satu-satunya penentu dalam proses sertifikasi halal. “Hasil analisis laboratorium digunakan sebagai dokumen pendukung untuk keputusan fatwa dan bukan merupakan sertifikat halal,” kata Muti Arintawati.
Manajer Pelayanan Laboratorium LPPOM MUI, Heryani, S.Si., M.TP., menambahkan, laboratorium LPPOM MUI yang didukung oleh peralatan mutakhir seperti real-time PCR, GC-FID, GC-MS, UHPLC, ICP-MS, juga didukung oleh analis yang kompeten dan berpengalaman. Untuk melengkapi pengujian mutu dan keamanan pangan produk, dalam waktu dekat laboratorium LPPOM MUI akan membuka layanan uji mikrobiologi dan jasa pengambilan sampel.
“Dari sekian banyak layanan yang diberikan, yang paling banyak adalah pengujian DNA babi baik untuk bahan dan produk farmasi ataupun produk lain. Hal ini dikarenakan pengujian DNA merupakan layanan uji pertama yang ada di laboratorium LPPOM MUI yang sudah dikenal luas oleh pelanggan,” terang Heryani.
Laboratorium LPPOM MUI merupakan laboratorium pengujian DNA babi pertama di Indonesia yang sudah tersertifikasi ISO17025 untuk ruang lingkup sediaan farmasi dan bumbu. Laboratorium ini juga menawarkan jasa analisa dan pengembangan penelitian untuk mendeteksi material non-halal lain yang biasa dijumpai di kehidupan sehari-hari dan juga analisa terkait pemenuhan SNI.
Penambahan ruang lingkup deteksi DNA babi sesuai skema akreditasi SNI ISO/IEC 17025: 2017 yang disetujui pada 5 November 2020 ini sangat dibutuhkan untuk mendukung jalannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) terkait sertifikasi barang gunaan yang berasal dari bahan hewan.
Sebelumnya, Laboratorium LPPOM MUI sudah melakukan akreditasi untuk pengujian Deteksi Porcine DNA menggunakan real time PCR dengan ruang lingkup daging dan produk olahannya, bahan sediaan obat/farmasi, dan bumbu dengan nomor akreditasi LP-1040-IDN.
Kemudian, pada 7-8 November 2018, Laboratorium LPPOM MUI berhasil mempertahankan sertifikat akreditasi melalui survailen kedua dan penyesuaian dengan standar terbaru SNI ISO/IEC 17025: 2017. Hal ini menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi di bidang laboratorium terkini, termasuk penambahan klausul risk management untuk mengidentifikasi risiko dalam layanan laboratorium.
Laboratorium LPPOM MUI turut berperan di kancah nasional dalam pengembangan metode uji halal, seperti keterlibatan dalam SNI uji kandungan etanol dengan kromatografi gas maupun SNI uji kandungan DNA babi dengan real time PCR.
Di ranah internasional, Laboratorium LPPOM MUI juga terlibat dalam komite teknis 1 terkait pengujian halal dalam organisasi The Standards and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC) yang berkantor di Turki. Organisasi ini merupakan bagian dari Organisasi Konferensi Islam yang menaungi masalah standarisasi dan penilaian kesesuaian. (HU).
Sumber: Halalmui.org